Selasa, 29 Mei 2018

Aku Ikhlas Pantat serta Payudaraku Seringkali Diraba Oleh Bos

Aku Ikhlas Pantat serta Payudaraku Seringkali Diraba Oleh Bos Perusahaan Untuk Uang Ikhlas Pantat serta Payudaraku Seringkali Diraba Bos Perusahaan 





Perkenalkan namaku Soffi. Aku yaitu seseorang wanita berumur 27 th. yang berstatus janda beranak 1. Dalam keseharianku, aku senantiasa kenakan jilbab. Meskipun jilbab yang aku gunakan bukanlah termasuk jilbab akhwat, walau demikian, dalam kenakan pakaian aku telah cukup sopan. Jilbabku menjulur menutupi 1/2 dadaku. Aku senantiasa kenakan pakaian kurung longgar dengan bawahan rok semata kaki. Ke-2 kakiku selalu terbalut oleh kaus kaki. 





Aku sudah menjanda mulai sejak 3 th. waktu lalu, karena perseteruan yg tidak teratasi dengan bekas suamiku. Sesudah umur pernikahan kami memijak 1 th., bekas suamiku mulai tunjukkan watak aslinya. Ia mulai sukai bermain tangan saat geram. Demikian halnya, ia tidak sempat memberiku nafkah, karna dia seseorang pengangguran. Pada umumnya, ia bukanlah lelaki yang bertanggungjawab. 





Selanjutnya, ia juga menceraikanku, sesudah berselingkuh dengan wanita beda. Ketika itu aku tengah memiliki kandungan anak hasil perkawinanku dengannya. Kekalutan yang kualami karena perceraian itu membuatku alami depresi sepanjang sebagian bln., sampai pada akhirnya aku mengerti kalau aku mesti bangkit. Perlahan akupun mulai bangkit, serta melupakan perceraian tragis yang menerpa diriku. Aku ingat, kalau aku mesti menghidupi anakku. 





Akupun juga bekerja pada suatu biro konsultasi psikologi, mengingat aku yaitu sarjana psikologi. Dapat disebutkan, penghasilanku cuma pas-pasan untuk menghidupi diriku serta anakku. Pada sekarang ini, anakku yang berumur 4 th. kutitipkan pada neneknya di kota Yogyakarta. Sedang aku sendiri bekerja di kota Semarang, satu kota di Jawa Tengah. Di kota itu aku tinggal di kamar kost simpel. Tiap-tiap akhir minggu aku berkunjung ke anakku dirumah neneknya. 





Banyak pria yang menyebutkan kalau aku mempunyai muka yang cantik serta keibuan. Dengan balutan jilbab yang senantiasa ku gunakan, aku jadi terlihat anggun di mata beberapa pria. Selain itu, tidak ada sinyal tanda kalau aku yaitu seseorang ibu beranak satu. Banyak yang mengagnggap aku masih tetap gadis. Tinggi tubuhku yaitu 165 cm. 





Ukuran payudaraku tidak besar, cuma 32B, walau demikian, pantatku bulat, padat serta membusung. Meskipun telah beranak 1, aku mempunyai perut yang datar. Hal semacam ini terwujud karna aku memanglah rajin berolah raga. Tidak heran, walau statusku janda beranak 1, banyak pria yang mengharap cinta dariku. Walau demikian, ketika itu, aku belum juga berpikir untuk merajut jalinan yang serius dengan seseorang priapun. 


Hal ini disebabkan karena masih ada sisa-sisa trauma akibat perceraian yang menyakitkan tersebut. Aku memiliki pandangan bahwa semua pria adalah pendusta. Untuk apa aku menikah lagi kalau hanya untuk bercerai lagi. Sudahlah… aku sudah merasa hidup bahagia sebagai single parent.


Tak dapat kupungkiri bahwa aku merindukan pelukan pria. Tentu saja, karena aku pernah merasakan manisnya seks, maka akupun seringkali merindukannya. Hingga saat ini, aku masih kuat untuk menahan hasrat itu, sehingga aku tidak terjerumus dalam seks bebas. Di samping dalam rangka menjaga norma dan keyakinan yang aku anut, aku juga harus menjaga imejku sebagai seorang wanita berjilbab yang selalu berpakaian rapih dan sopan.


Sejujurnya, aku seringkali bermasturbasi untuk mengurangi hasrat seksku tersebut. Herannya, semakin sering ku bermasturbasi, keinginanku untuk disetubuhi oleh pria justru semakin menggebu-gebu. Masturbasi hanya mengurangi hasratku untuk sementara, hanya pemuasan kebutuhan biologis semata, namun kepuasan psikologis tidaklah aku dapatkan. Adapun alat yang sering ku pakai untuk bermasturbasi adalah buah mentimun.


Uhhh… sungguh beruntungnya buah mentimun itu. Sementara para pria yang mengharap cinta padaku saja belum ada yang berhasil menikmati jepitan lubang di pangkal pahaku, tapi buah mentimun silih berganti telah menyodok berkali-kali. Terkadang diam-diam aku melakukan masturbasi sambil menonton film porno di komputerku ketika di kost sendirian.


Dengan status jandaku, tentu saja ada beberapa pria yang menganggap diriku adalah perempuan gampangan, yang butuh dibelai. Dengan demikian, ada beberapa pria yang sering melakukan perilaku yang menjurus pada pelecehan seks, dari verbal hingga pada sentuhan fisik. Salah satunya adalah bosku, seorang Cina, yang sekaligus pemilik dari biro konsultasi tempatku bekerja. Dengan pura-pura tidak sengaja, ia terkadang meremas pantatku atau tetekku.


Aku sebenarnya risih dengan hal itu, dan tidak krasan untuk bekerja di situ. Ia seakan tidak peduli bahwa aku adalah seorang wanita berjilbab yang selalu sopan dalam berpakaian dan berperilaku. Ia bahkan pernah menempelkan penisnya di belahan pantatku ketika aku sedang membungkuk, karena membetulkan mesin printer di kantor. Aku terkejut, karena di sela-sela pantatku terasa ada batang keras yang menekan.


Aku pun lalu segera menghindar. Aku tidak bisa marah padanya, karena aku masih berharap untuk bisa bekerja di biro miliknya tersebut. Aku hanya menampilkan ekspresi muka tidak suka, sambil pipiku memerah karena malu. Ia hanya tersenyum mesum sambil pergi berlalu. Ia nampak paham sekali bahwa aku memang sedang butuh untuk terus bekerja di bironya.


Sungguh aku sangat benci dan jijik dengan perilaku bosku tersebut. Bosku tersebut seorang pria Cina berusia 40 tahunan. Ia telah berkeluarga, dan keluarganya tinggal di luar Jawa. Namanya Pak Tan. Ia memiliki tinggi 160 cm, dengan badan yang agak gemuk perut yang buncit. Ia nampak gempal.


Pada suatu hari, aku menerima kabar dari ibuku yang tinggal di kota Yogyakarta, bahwa anakku sakit keras, hingga harus opname. Bahkan dokter menyatakan bahwa anakku harus dioperasi secapatnya, kalau tidak, bisa fatal. Untuk biaya operasi tersebut butuh uang sebanyak lima juta rupah. Orang tuaku menyatakan bahwa mereka telah kehabisan dana untuk biaya pengobatan anakku.


Sementara, aku sendiri sudah kehabisan uang karena kini sudah tanggal tua. Uang hanya cukup untuk menyambung hidup beberapa hari. Aku pun bingung, harus mendapatkan uang darimana lagi. Masih banyak hutangku pada kawan-kawanku, sehingga aku segan untuk berhutang lagi pada mereka. Satu-satunya yang bisa aku lakukan adalah mengeluh pada Pak Tan. Tapi aku merasa ngeri, karena itu berarti memberinya kesempatan untuk melecehkanku secara seksual.


Aku pun menjadi ragu. Akan tetapi, karena aku sudah sangat panik, akhirnya aku beranikan diri untuk mengungkapkan hal itu pada Pak Tan. Dengan perasaan tidak karuan, aku memberanikan diri untuk menuju ruang Pak Tan. Saat itu, aku mengenakan jilbab warna pink sepanjang lengan, dengan baju kurung yang sewarna, serta rok panjang hitam dari bahan kain yang lemas. Dengan demikian, celana dalamku agak tercetak di permukaan luar rokku.


Tok… tok.. tok.. tok… suara ketukanku di kamar kerja Pak Tan.“Masuk” aku dengar suara pak Tan berseru dari dalam ruangan.


Aku pun membuka pintu. Pak Tan yang sedang duduk di belakang meja kerjanya menatapku dengan tatapan mesumnya, yang seolah menelanjangi tubuhku.


“Silahkan duduk”, katanya mempersilahkanku untuk duduk.“Ada apa cah ayu?” dia bertanya padaku dengan nada menggoda.Sambil menunduk, akupun mengatakan keperluanku pada pak Tan sambil terbata-bata.“Mmmaaaff Pak, anak saya sedang sakitt kerass…”Keringat dinginku mulai mengucur….“Terus???” Pak Tan bertanya dengan nada sedikit ketus.


“Mmaksud saya, saya mau pinjam uang sama bapak. Untuk pengobatan anak saya. Saya sudah tidak ada uang.”Ketika aku berkata seperti itu, pak Tan hanya mengangguk-amgguk dengan tatapan melecehkan.“Sofiii, dengan berat hati saya katakan ke kamu, kalo saya tidak ada uang yang bisa saya pinjamkan ke kamu…?”


“Tolonglah saya pak, anak saya sakit.. berikan saya lima juta rupiah saja… nanti bisa dipotong gaji saya” kataku menghiba.Air mataku mulai mengalir dari sudut-sudut mataku.“Kamu tau kan, biro ini sedang kekurangan modal”, kata pak Tan dengan datar dan tenang.“Jumlah klien kita semakin sedikit, makanya pemasukan ke biro juga sedikit..”“Ya sudahlah, aku bisa usahakan uang itu” kata pak Tan.


Kemudian ia membuka laci mejanya dan mengeluarkan beberapa gepok uang 50ribu rupiahan. Ia pun memberikanya padaku. Setelah dihitung, ia telah memberikan uang padaku sebanyak 6juta rupiah, lebih banyak dari harapanku.


Pak Tan berkata, Uang itu boleh kamu pinjam dulu. Kamu nggak usah mikirin ntar gimana mengembalikannya.“Udah, cepet, kamu bawa pulang… kamu tunggu anak kamu sampe operasinya selesai… kamu boleh libur…”Dengan perasaan senang dan rasa terima kasih yang tidak terkira, aku pun berpamitan dengan pak Tan dengan menyalami tangannya..


Aku pun bersyukur, operasi anakku berjalan dengan lancar. Setelah itu, aku kembali bekerja di kantor Pak Tan. Semenjak itu, Pak Tan semakin menjadi-jadi dalam melecehkanku secara seksual. Karena hutang budiku padanya, aku pun tak bisa berbuat apapun selain pasrah dengan perlakuan Pak Tan.


Setiap kali berpapasan denganku, ia tak akan membiarkan pantatku lolos dari jamahannya. Seringkali, ia mengejutkanku dari belakang dengan cara meremas pantatku. Aku hanya bisa menjerit kecil. Semakin lama iapun semakin berani untuk menjamah tubuhku yang lain. Payudaraku dan pangkal pahaku pernah diremasnya.


Yang aku heran, dia tetap paling suka meremas pantatku, walaupun ia sesungguhnya dapat dengan bebas untuk menjamahi payudara dan pangkal pahaku. Ketika aku sedang berdiri di dekatnya, ia mengajakku ngobrol sambil jarinya menelusuri belahan pantatnya.


Dengan perasaan malu aku ingin menghindari setiap perlakuannya, namun ku tak berdaya. Sungguh, aku merasa menjadi seorang perempuan murahan yang bisa dinikmati oleh pria Cina itu demi sejumlah uang. Sungguh kontras dengan penampilanku yang selalu berjilbab sopan ini.


Suatu ketika, seorang pesuruh kantor bernama Pak Tatang memberitahuku bahwa pak Tan memanggilku untuk datang ke ruangannya.


“Mbak, Pak Tan manggil mbak ke ruangnya”“Huh… ada apa lagi nih??” tanyaku dalam hati. Pelecehan apa lagi yang kan aku terima? gumamku.“Mhhh…. iya pak… Nanti saya ke sana…“Cepet ya mbak, Pak Tan minta mbak datang cepet….” kata pak Tatang sambil berlalu.“Iya… iya Pak Tatang” kataku sambil tersenyum pada Pak Tatang..


Hari itu aku mengenakan jilbab warna krem yan menutupi dua bukit mungilku, dengan baju kurung dan rok panjang. Dengan gontai dan perasaan yang tidak tenang akupun datang ke ruang Pak Tan.


Tok… tok… tok ku ketuk pintu ruang Pak Tan.“Masuk” terdengar teriakan Pak Tan dari dalam ruangan.


Aku pun masuk, dan Pak Tan mempersilahkanku duduk. Dengan senyum jahat tersungging di bibirnya, ia menatapku dengan pandangan nafsu. Aku hanya menunduk dengan muka yang malu bercampur cemas.


“Mhhhhh, begini Soffi…., saya cuma mau informasikan ke kamu, kalau hutang kamu ke kantor sudah jatuh tempo. Kantor butuh uang itu segera. Kamu bilang mau angsur hutang kamu, tapi sampai sekarang, sudah tiga bulan, kamu sama sekali belum angsur. Saya udah kasih kamu keringanan looo….” Pak Tan berkata dengan nada serius.


Jantungku berdetak keras, memompa darahku cepat sekali. Wah, celaka… pikirku.. Aku jelas tidak mampu untuk membayar hutangku. Bahkan untuk mengangsur pun aku tidak mampu. Kini hutang itu telah ditagih. Ohhhh… betapa malang nasibku, jeritku di hati.


“Mhhhh…. mmaaf pak, saya belum mampu membayarnya…” jawabku terbata-bata.“Kebutuhan saya banyak sekali, dan uang gaji saya saja tidak cukup”Tak terasa, air mataku mulai meleleh.


“Iya, saya tau… tapi masalahnya, kantor ini juga butuh biaya. Kan sudah aku bilang, kalau biro ini lagi seret. Klien kita semakin sedikit?” suara Pak Tan mulai meninggi.Air mataku pun semakin deras mengalir. Tak sadar aku mulai sesenggukan. Dengan ujung jilbabku aku usap air mataku. Pak Tan masih nampak cuek, sambil sesekali melirikku. Sorot matanya menunjukkan kelicikan.“Hmmmmm… apapun kamu harus membayar hutang kamu…. Atau kita selesaikan saja secara hukum??” ancam Pak Tan.Aku semakin panik dengan ancaman itu…


“Ssaya mohon jangan pak. Saya pasti akan bayar. Saya masih punya anak pak….” kataku tersedu-sedu.“Trus, kamu mau bayar pake apa? Kamu bilang nggak punya uang?”“Beri saya waktu barang satu minggu, saya bisa usahakan” jawabku putus asa.Satu minggu pun aku tidak yakin akan mendapatkan uang sejumlah itu.“Wah… wah… aku meragukan kamu bakalan sanggup membayar. Paling hanya menunda waktu. Gak ada gunanya. Saya nggak akan kasi keringanan lagi”


“Sssayaaa mohon pakkk” aku berusaha menahan tangisku agar tak semakin keras.“Mhhhhh… baik… baik…. Aku bisa kasih kamu solusi. Supaya kamu bisa lunasin utang kamu”Aku agak lega mendengar ucapan Pak Tan. Aku memandanginya dengan pandangan bertanya.“Mhhhhh… boleh tau apa solusinya pak?” ungkapku.“Kamu bisa bayar hutangmu dengan tubuh molek kamu itu” kata pak Tan sambil melirik padaku dengan sorot mata birahi.


Bagai disambar petir, aku terkejut mendengar ucapan Pak Tan. Aku kehabisan kata-kata.“Nggak, nggak mau” jawabku sambil menangis.“Kamu bisa apa….? Kalo kamu nggak bayar sekarang, ya diselesaikan lewat hukum. Aku akan laporkan kamu ke polisi” ancam pak Tan.


Dia sungguh lihai mempermainkan perasaanku. Aku merasa semakin putus asa. Aku hanya bisa menangis. Tangisku yang tertahan pun mulai keluar juga. Namun Pak Tan tetap tak peduli. Aku hanya tertunduk sambil menangis. Air mataku telah basahi jilbabku.


“Hehehe… lagian, kamu kan sudah lama jadi janda. Masa sih, ga kangen sama kontol? Kamu puas, hutangmu lunas… Tawaran menarik kan? goda pak Tan.


“Kamu tinggal ngangkang aja, biar memekmu disodok pake kontol-kontol lelaki birahi. Dengan tubuh kaya kamu, gak sulit kok kamu dapet duit banyak. heheheh…. Apalagi yang jilbaban kaya kamu, pasti banyak peminatnya.”


Tanpa ku sadar, pak Tan telah berdiri di sampingku, dan tanpa basa-basi, ia pun menarik tanganku hingga aku berdiri. Aku ingin menolak dan lari, namun aku sadar bahwa aku tidak lagi punya kuasa. Bahkan pada diriku sendiri. Kini aku telah dikuasai oleh pak Tan. Aku hanya pasrah ketika ia menarik tubuhku hingga berdiri.


Dengan penuh birahi, pak Tan menariku ke dalam pelukannya. Dengan rakus pak Tan melumat mulutku dengan mulutnya. Tangannya menjamahi dua payudaraku yang masih tertutup jilbab itu. Kurasakan perut buncit pak Tan menekan tubuhku.“Mhhhh….. mphhhhhh….” aku berusaha meronta, menghindari ciuman pak Tan.


Namun mulutnya terus mengejar mulutku. Dengan kasar dibaliknya tubuhku hingga aku membelakanginya. Lalu ditekannya tubuhku hingga perutku menempel di tepi mejanya. Tanganku berpegangan pada meja agar menopang badanku. Kini aku dalam posisi agak membungkuk, dengan pantat yang membusung kearah pak Tan. Kini pantatku begitu bebas untuk dijamahinya. Dengan kasar ia meremas pantatku. Aku merasakan ada sesuatu yang mengganjal di pantatku.


Ohhh, ternyata itu adalah penis pak Tan yang sudah menegang dan mengeras.Sambil menggesek-gesekkan penisnya di pantatku, salah satu tangan pak Tan juga meremasi bongkahan pantatku yang montok dan padat itu, sedang tangan yang lain kini telah mencengkram salah satu payudaraku yang masih tertutup jilbab. Jilbab itu menjadi kusut akibat remasan tangan pak Tan. Aku merasakan bahwa tangan pak Tan telah mulai menyusup masuk ke balik jilbabku yang menutup dadaku. Ia meremasi payudaraku dari balik baju kurungku.


“Mhhhh…. ahhhh…. ohhhhh….” jeritan-jeritan kecil terlontar dari mulutku ketika pak Tan menyentil ujung payudaraku dengan keras, sementara penisnya yang masih berada di dalam celana itu menekan pantatku ke depan.


Tangan yang satunya kini telah meremas-remas pangkal pahaku. Mulut pak Tan dengan rakus menggigit leherku yang masih tertutup jilbab warna krem itu, hingga nampak basah bekas gigitan. Kepalaku yang tertutup jilbab krem itu hanya bisa menggeleng-geleng, dan terkadang menengadah ke atas, setiap kali pak Tan menyodokkan penisnya ke pantatku.


Kini tangan pak Tan mulai menarik ritsleting baju kurungku yang ada di punggungku. Dengan trampil tangannya menurunkan baju bagian atas baju kurung itu, dan menyampirkan jilbabku ke pundak. Kini pundak dan punggung putihku pun terbuka. Tak lama kemudian, aku merasa bahwa pengait braku di bagian belakang telah terbuka.


Secara umum, bagian atas tubuhku telah setengah terbuka, dan dua payudaraku yang tak seberapa besar itu menggelantung di atas meja. Dengan rakus pak Tan menciumi dan menjilati punggungku, hingga basah oleh liurnya. Kedua tangan pak Tan pun tak henti-hentinya meremas dan memilin dua putting mungilku yang berwarna coklat muda itu.


“Ahhhhhhh….. udahhh… lama aku menunggu saat ini…” bisik pak Tan di telingaku yang tertutup jilbab itu.“Mhhhh… ohhhhh…. mhhhhhh…..” desahku.


Walaupun aku telah lama tidak menikmati sentuhan pria. Sungguh, aku tetap tidak bisa menikmati perlakuan pak Tan itu. Aku justru merasa terhina, karena penis seorang pria yang bukan suamiku kini sedang menggesek-gesek pantatku yang masih tertutup rok itu. Selama ini hanyalah mantan suamiku yang pernah menikmati bibirku, menghisap dua putingku yang sedang mengeras, dan menyodokkan penisnya di lubang surgaku yang basah.


Saat ini, seorang pria yang bukan suamiku dengan bebas dapat menikmati pantatku, dan tangannya dengan bebas memilin dan meremas puting payudaraku. Ohhh, betapa malang nasibku..


Aku dengar suara ritsleting celana pak Tan. Tak lama kemudian pak Tan pun membalikkan tubuhku hingga posisiku berhadapan dengannya. Terlihatlah pemandangan yang membuatku takjub. Penis pak Tan yang menjulang sepanjang 17 cm.


Jauh lebih besar daripada milik mantan suamiku. Dengan rakus pak Tan pun menghisap putting payudara kiriku, sementara tangan satunya memilin dan meremas payudaraku yang kanan. Terasa gigitannya pada payudaraku, yang kemudian disentakannya hingga aku menjerit.


“Aahhhhhhhhh”.Pantatku kini bersandar pada tepi meja, dengan posisi tangan menekan meja di belakang tubuhku.“Mhhh… ahhhhh….” jeritan dan rintihan yang keluar dari mulutku semakin membakar birahi pak Tan.


Pak Tan seringkali menyampirkan kembali ujung jilbabku yang turun hingga menutupi dadaku ke pundakku. Pak Tan pun kemudian mengangkat rokku keatas. Nampaklah dua kaki dan paha mulusku telanjang, dan secarik kain celana dalam di pangkalnya. Salah satu tangan pak Tan memegangi ujung rok ku agar tak turun, sementara tangan lain melebarkan dua pahaku, hingga pangkalnya yang masih terutup celana dalam itu semakin menganga.


Kurasakan benda keras mulai menyusuri belahan kemaluanku. Salah satu tangan pak Tan menuntun benda keras itu agar menggesek-gesek dengan belahan vaginaku yang tertutup celana dalam itu.


“Ohhhhh….” walau aku berusaha mengingkarinya, tak dapat kupungkiri bahwa sensasi gatal di vaginaku mulai kurasakan.


Aku pun mulai merasa lemas dan birahi. Aku berada dalam dilema. Aku dipaksa untuk menikmati perlakuan pak Tan, walaupun sesungguhnya aku enggan. Tangan pak Tan pun mulai mencari-cari ritsleting rokku, dan segera melepasnya. Kini bagian bawahku telah benar-benar telanjang, hanya celana dalam putihku yang masih melindungi lubang kehormatanku. Sedangkan kepalaku dibiarkanya tetap berjilbab, dan payudaraku telah menggelantung indah dengan bekas gigitan dan basah air liur pak Tan.


Dengan kasar pak Tan menarik jilbabku hingga aku terjatuh dalam keadaan bersimpuh. Dihadapanku kini sebatang penis pak Tan yang tegang dan mengeras itu. Sambil mengarahkan kepalaku dengan tangannya keaarah penisnya, pak Tan mengatakan“Ayo… kulum kontol bapak…!!!”


Dengan perasaan jijik, akupun memenuhi permintaannya. Kepalaku yang tertutup jilbab itu nampak maju mundur. Sementara payudaraku tengah bebas menggelantung, dan bagian bawahku telah telanjang, hanya celana dalam yang tersisa.


“Mmphhhhh… mhhhhh…” lenguhku saat penis pak Tan menerobos mulutku.


Pak Tan menyuruhku menjilati ujung penisnya hingga lubang kontolnya. Uhhhh…. aku merasa ingin muntah. Mulutku pun penuh oleh penisnya. Tak satu jengkalpun bagian penisnya yang tidak berkesempatan menikmati pelayanan bibir dan lidahku. Bahkan testisnyapun turut aku jilati. Dengan perasaan muak, aku terpaksa melakukan hal itu.


Setelah puas, pak Tan memintaku berdiri. Dengan kasar ia mencengkram pantatku yang masih tertutup celana dalam itu, dan menariknya hingga posisiku membelakanginya. Ia menarik turun celana dalamku, hingga kini tak ada lagi yang melindungi lubang kehormatanku. Pak Tan pun berlutut di belakangku. Kini ia menguakkan bongkahan pantatku lebar-lebar. Kini, lubang anus dan kemaluanku telah mengarah tepat di depan wajahnya.


Tiba-tiba aku merasakan sensasi hangat di permukaan anusku. Ternyata Pak Tan telah menjilati anusku. Sensasi geli kurasakan menjalar dari anus ke seluruh badan. Tubuhku terasa lemas setiap kali lidah pak Tan menyentuh permukaan anusku. Aku heran, dia tidak merasa jijik. Setelah ia puas, lidahnya pun berpindah ke belahan lubang vaginaku.


Ia menguakkan bibir bagian luar vaginaku. Tak lama kemudian, ia pun menjilati seluruh permukaannya. Klitorisku tak luput dari jilatan dan gigitan lembutnya. Aku semakin pasrah dengan perlakuan Pak Tan. Kurasakan vaginaku semakin basah, baik oleh air liur pak Tan maupun cairan cinta yang keluar dari dalam vaginaku.


“Ohhhhhh…. mphhhhhh…. ampuuunnnn…. jangan diteruskannnnn….” racauku.Slurp… slurppp… terdengar sedotan pak Tan di permukaan vaginaku semakin bernafsu.


Tak lama kemudian pak Tan pun berdiri. Ia menarik pinggulku ke belakang, hingga pantatku dan vaginaku semakin terkuak lebar. Tiba-tiba, aku rasakan sebatang penis yag keras telah melesak masuk ke dalam liang kenikmatanku dari bagian belakang. Aku merasakan pedih pada dinding vaginaku saat batang penis pak Tan bergesekan dengan dinding liang kenikmatanku, yang selama ini terjaga dari penis pria selain suamiku.


“Ahhhhhhhhhhhhhhhhh…..” lengkinganku saat penis pak Tan disodokkan dengan keras.Rasanya lubang vaginaku hampir terbelah.


“Ouhhhh…. Sofiiii….. memekmu enak banget… udah lama bapak nggak ngrasain memek kaya punyamu… mhhhh… ouhhhhh…. akhhhhhh…..” racau pak Tan sambil menggenjot lubang memeku.“Cepok, cepok, cepok…” suara pinggul pak Tan saat bertumbukan dengan bongkahan pantatku yang sedang membusung ke arahnya.


Aku sedang dinikmati dengan posisi doggy. Aku heran, ia nampaknya memang begitu terobsesi dengan pantatku, hingga selama memakaiku pun ia lebih banyak meremas pantatku daripada dua payudaraku.


“Ohhhh… mhhhh…. oughhhhh….” badanku bergoncang-goncang.Kepalaku yang berjilbab itu hanya mampu menggeleng dan mendongak ke atas. Payudaraku bergoyang seiring hentakan penis pak Tan di dalam liang kenikmatanku.“Mmhhhhhh… ahhhhhh… mhhhhh….” rintih dan jeritku setiap kali penis pak Tan melesak dalam vaginaku.


“Soffff…. memekmu masih serettttt…..” racau pak Tan.“Kepalamu berjilbab bikin aku tambah ngaceng… ouhhhh….. Bapak ketagihan diservis sama tempikmu….. enak bangetttt….. walaupun janda tapi tempikmu masih nggigit”“Mhhhh.. ouhhhhh…. akhhhhhhh….” jawabku dengan desah dan rintih.


Masih dalam posisi dogi, pak Tan tiba-tiba menarik penisnya keluar dari vaginaku. Kini tubuhku yang lemas hanya bisa terbaring tengkurap diatas meja. Kepalaku yang masih berjilbab aku sandarkan di meja, sedang dua tanganku terentang berpegang pada tepian meja. Sementara itu, aku merasakan cairan dingin di anusku. Aku hanya bisa pasrah.“Mmhhhh…. silitmu kayanya masih prawan nihh… sini, biar bapak prawanin”Aku ketakutan, dan berusaha menolak.


“Udahhh, jangan nolak… kok beraninya kamu nolak permintaan bapak…”Akupun pasrah. Cairan itu adalah cairan pelumas. Aku merasakan kepala penis pak Tan mulai menempel di lubang matahariku. Perlahan-lahan, kepala penis itu mulai menguakkan lubang matahariku. Kurasakan kepala penis itu semakin dalam masuk ke dalam anusku. Rasanya sungguh perih, walaupun telah dibantu oleh cairan pelumas itu. Pak Tan pun mulai mempercepat genjotannya dalam anusku.


“Akhhhhh….. ouhhhhh….” terasa panas di dinding anusku akibat gesekan penis pak Tan itu.“Oouhhhhh…. sakkkkiiiiittt….. ahhhh.. akhhhhhh….” jeritku.


Sambil menggenjot anusku, kedua tangan pak Tan meremasi kedua payudaraku. Bahkan satu tangan pak Tan menarik ujung jilbabku ke belakang, hingga kepalaku terdongak keatas.“Mhhh ohhh… akhhhhh….” jeritku kesakitan.


Pak Tan nampaknya telah hampir klimaks. Iapun segera menarik penisnya dari anusku. Seperti kesetanan ia melompat ke atas meja lalu membalikkan tubuhku hingga terlentang di atas meja. Kini posisinya duduk berlutut dengan penis yang mengarah ke wajahku. Dua pahanya mengangkangi wajahku.“Akhhhhhhhhhhhhhhh………..” teriakan pak Tan yang telah klimak itu.


Crott……… crorttt…. crottttt….. cairan putih kental yang berbau tak sedap itu pun menyembur ke wajah dan mulutku. Aku hanya memejam, agar cairan itu tak masuk ke dalam mataku. Sebagian telah tertelan. Jilbabku basah oleh cairan kental berbau amis itu, begitu pula baju kurungku. Kulihat pak Tan terengah-engah setelah mencapai klimaks. Aku hanya terlentang lemas setelah satu jam ia menikmati semua lubang kepuasan di tubuhku.


“Tempik sama silitmu memang hebat Sof… Bapak ketagihan buat make kamu. Selama setahun bapak cuma bias ngremesin pantatmu, sambil bermimpi suatu saat bisa njebol lubang silitmu….” kata pak Tan.


Aku sebetulnya merasa tersinggung dengan ucapannya. Harga diriku telah hilang sekarang. Kini aku harus siap untuk dinikmatin kapan saja oleh pak Tan. Aku tak bisa berbuat apa-apa kini.


Setelah beristirahat selama 30 menit, sambil aku menangis sesenggukan, aku pun minta ijin kepada pak Tan untuk membersihkan diri di kamar mandi yang ada di ruangnya.“Oohhhh, tidak usah… kamu kan capek sekarang saatnya kamu yang dilayani” kata pak Tan.“Maksud bapak?” jawabku.“Biar pak Tatang saja yang bersihkan tubuh Sofi… heheheh”


Ouhhhh…. laki-laki gila… belum puas ia menghancurkan kehormatan dan harga diriku.. kini aku harus rela dijamah oleh satu pria lagi. Nampak Pak Tan menelpon dengan HPnya, menyuruh pak Tatang masuk sambil membawa ember air hangat dan lap basah. Tak lama pak Tatang pun masuk. Ia sungguh terkejut melihatku dalam keadaan berjilbab, namun dengan baju kurung yang terbuka setengah, hingga payudaraku menggelantung indah, dan bagian bawah yang telah telanjang bulat.


“Lhoooo, mbak Sofi?” tanya pak Tatang keheranan.Aku hanya tertunduk malu, sementara aku tahu bahwa mata pak Tatang tidak lepas memandang tubuh telanjangku.


“Tenang pak Tatang”, kata pak Tan pada pak Tatang.“Mbak Sofi barusan kerja keras, jadi dia sekarang gerah dan capek…. hehehehe… makanya dia kepengen bersihin badannya. Kan kasian, daripada dia bersihin badannya sendiri, kan lebih baik diladenin sama pak Tatang… hehehh…”


“Maksud bapak?” tanya pak Tatang masih kebingungan.“Maksudnya ya tolong pak Tatang ngelapin tubuhnya mbak Sofi, terutama bagian lubang tempik sama silitnya itu. Gimana pak Tatang?”


“Haaaaa, bapak beneran?” tanya pak Tatang tidak percaya.“Beneran… sudah, nggak usah banyak omong… bapak mau ga?” tanya pak Tan.“Mauuu… mau… iya pak… mau….” sorak pak Tatang.“Ya udah sana…” pak Tan menyahut.“Ayoooo, sini mbak Sofi… cah ayuuu…. biar bapak ngelapin tempikmu” seru pak Tatang kegirangan.


Aku hanya menunduk. Tapi badanku sudah terlalu lemah, sehingga aku hanya bisa pasrah saat pak Tatang menggandengku menuju kamar mandi. Ia pun melucuti seluruh sisa pakaianku termasuk jilbabku, sehingga aku telanjang bulat. Dengan lap basah, ia ia mulai membasuh tubuhku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Saat menggosok liang vaginaku, ia pun berkomentar..


”Wahhhh, tempiknya mbak Sofi ini masih sempit yah” sambil jarinya meyentil-nyentil klitorisku.“Beda sama tempiknya lonte lokalisasi.. udah pada lower”


Aku hanya terdiam sambil menahan tangisanku. Pak Tatang memelukku dari belakang. Satu tangannya meremasi payudaraku, sedang tangan lainya sibuk menggosok vaginaku.


“Mbak, yang bagian dalem tempik mbak belum dibersihkan, biar kontol bapak nanti yang gosokin bagian dalem tempiknya mbak… hahahaha”, kata pak Tatang.


Pak Tan berdiri di pintu kamar mandi senyum-senyum melihat ulah pak Tatang kepadaku.“Kontol bapak udah ngaceng niyy. Wahhh… mimpi apa bapak semalem.. selama ini bapak cuma mbayangin ngentu mbak Sofi… impian bapak jadi kenyataan”


“Pak Tatang, itu jilbabnya dipakein lagi. Lebih ngacengin kalo make jilbab”“Siapp bosss…” kata pak Tatang.


Setelah selesai membersihkan diriku, aku pun disuruhnya lagi memakai jilbab, namun dengan tubuh yang telanjng bulat. Kini telah kukenakan jilbab warna kremku yang masih ada bercak-bercak sperma pak Tan.


“Pak Tatang, ini uang buat pak Tatang” Pak Tan mengeluarkan uang seratus ribuan dan diberikan pada pak Tatang.


“Syaratnya, pak Tatang harus tutup mulut tentang rahasia di kantor ini… ya, sekarang, pak Tatang boleh nikmatin mbak Sofi sepuasnya.“Siap bossss” kata pak Tatang.


Pak Tatang mendorongku ke sofa di ruang pak Tan. Tanpa basa-basi ia pun mengeluarkan penisnya yang berukuran 20 cm. Dengan kasar ia menarik jilbabku hingga kepalaku mengarah ke penisnya.


“Ayo,dimut mbak… kontolnya bapak sudah lama nggak dibasahin nih…” kata pak Tatang disambut dengan tawa pak Tan.Tanpa aku sadar, pak Tan telah datang dengan membawa sebuah handicam untuk merekam persetubuhanku dengan pak Tatang.


“Hehehe, kamu memang cocok jadi bintang bokep. Apalagi bokep cewek berjilbab hehehehe…”“Mhhhh… oukhhhhh……” kepalaku yang berjilbab itu maju mundur mengulum penis pak tatang yang keras.


Laki-laki duda berusia 50 tahun itu nampak merem melek menikmati kulumanku. Ia duduk di sofa, sedangkan aku kini tersimpuh di lantai ruang itu.“Ohhh… mbak Sofi… ohhhh… kuluman mbak lebih enak dari lonte pelabuhan hhhhhh… mhhhh..”


Setelah puas dengan mulutku, pak Tatang menyuruhku untuk terlentang di sofa. Dengan rakus, ia pun mengulumi payudaraku, dan menggigit-ggit putingnya yang mungil kecoklatan itu…“Owhhhh… mhhhh… pak Tatang…. sakkkittttt….”


Pak Tatang semakin liar, mengulum putingku. Satu tangannya memilin-milin payudaraku yang lain, sedang tangan satunya lagi memainkan klitorisnya. Kini aku merasakan kegelian, kurasakan jari-jari pak Tatang menusuk-nusuk liang vaginaku.


Pak Tatang kemudian melebarkan kedua pahaku dan blessssssssssssssssss…. penis pak Tatang pun terjepit dalam liang nikmatku. Tubuhku terguncang-guncang, sementara tangan pak Tatang sibuk memilin-milin putingku.


”Oohhhh, mbak Sofi…. tempikmu enak banget….. bapak belum pernah ngrasain tempik kaya punya mbak Sofi…”


Tiba-tiba pak Tatang menghentikan genjotannya, dan menarik penisnya. Ia membalik tubuhku hingga tengkurap, lalu menyuruhku menungging. Aku hanya pasrah mengikuti arahan pak Tatang.


Dalam posisi menungging, sekali lagi pak Tatang menyodokkan penisnya dalam liang nikmatku. Dengan sodokan-sodokanya yang keras, tubuhku pun terguncang-guncang. Tangannya meremasi payudaraku dan sesekali menampar paha dan pantatku hingga terasa pedih. Aku diperlakukannya seperti seekor kuda tunggangan atau sebuah boneka seks. Aku hanya bisa pasrah menerima perlakuan itu.


“Mhhhh,… tempik lonte jilbaban ternyata enak… mhhhh…ouhhhh” racau pak Tatang saat penisnya terjepit dalam liang kenikmatan.


Pak Tatang yang telah lama menduda, dan selama ini memuaskan hasrat seksnya dengan pelacur pelabuhan, yang tentu saja tua-tua dan tidak higienis. Kini penis pak Tatang berkesempatan untuk menikmati liang vagina seorang wanita muda berjilbab, yang liang vaginanya selalu terjaga dan terawat. Bahkan pria kaya dan tampan pun belum tentu kuijinkan untuk bisa menjepitkan penisnya dalam lubang vaginaku, kecuali menikahiku, namun kini, seorang pesuruh kantor yang tua malah berkesempatan menikmati liang vagina miliku dengan gratis… ohhhhh… nasibku….


Bukan hanya liang vaginaku, penis pak Tatang pun kini telah merasakan pula jepitan lubang anusku. Kali ini tidak terlalu sakit… justru anehnya, akupun mulai menikmati permainan pak Tatang.


Pak Tatang menarik penisnya, lalu menarik jilbabku hingga kepalaku mendekat kearah penisnya. Tangan satunya sedikit mencekik leherku, sehingga mulutku terbuka, dan“Akhhhhhh….” teriakan pak Tatang saat orgasme.


Crotttt… croootttttt… croottttt…. cairan putih hangat masuk seluruhnya ke mulutku. Bukan hanya itu, pak Tatang pun menyuruhku untuk menelan semua spermanya.


Hueekkkkkkk…. rasanya muak sekali. Namun aku terpaksa nampak sisa-sisa sperma mengalir dari sela-sela bibirku, hingga menambah noda di jilbab kremku. Sisa-sisa sperma yang ada di lantai dan sofa pun harus kujilati pula.


Semua adegan itu direkam oleh pak Tan. Pak Tan mengancam, jika aku melaporkan kejadian ini pada polisi, atau tidak mau menuruti kehendaknya, maka video itu akan tersebar. Kejadian di kantor saat itu barulah sebuah awal penderitaanku. Pak Tan ternyata menjualku pada para pria hidung belang, bukan sekedar untuk membayar hutangku, namun juga untuk membiayai bironya yang hampir bangkrut itu.


Dengan jilbab di kepala dan wajahku yang keibuan, banyak bos-bos yang rela merogoh koceknya dalam-dalam untuk diberikan pada pak Tan, demi memperoleh kesempatan menjepitkan penisnya ke dalam liang vagina dan anusku, dengan tetap mengenakan jilbabku. Aku heran, beberapa orang yang memakaiku justru lebih suka menganalku disamping menyodok vaginaku.


Ramuan keluarga yang aku gunakan membuat lubang anusku selalu sempit, bersih dan tidak berbau busuk. Bahkan lebih ‘menggigit’.


Bahkan pak Tan pernah sekedar iseng mengumpankanku pada sekelompok supir truk yang sedang mabuk, sehinga aku disetubuhi beramai-ramai di atas bak truk. Dia memasangiku kamera kecil, sehingga ia bisa merekamnya dari mobilnya yang parkir di suatu tempat. 

Sama-sama Meraba Puting Toket Gadis SMP, Skandal Jalinan Semacam

Cerita lesbian seseorang ABG perawan SMP bertoket gede dengan judul “ Sama-sama Meraba Puting Toket Gadis SMP, Skandal Jalinan Semacam ”. Sebelumnya membaca silakan sediakan tisu terlebih dulu, selamat nikmati. 



Himpunan narasi sex dewasa bergambar paling baru, terpanas serta temesumSaling Meraba Puting Gadis SMP, Skandal Jalinan Semacam 





Beginilah narasi sex semacam ini berawal, Fani menghempaskan pantatnya di sofa lantas duduk bersila sembari menenggak air putih dari gelasnya. “Udah usai belum juga? ” tanyanya pada Emmi yang duduk di lantai kerjakan bebrapa masalah latihan matematika di meja ruangan tamu tempat tinggal Fani. “Dikit sekali lagi kok, ” jawab Emmi tanpa ada mengangkat muka dari buku-buku di depannya. 





Fani mencermati muka Emmi yang serius merampungkan tugasnya. Meskipun memiliki rambut pendek cepak seperti lelaki, namun Emmi tetaplah tidak dapat sembunyikan kecantikan berwajah, yang didukung oleh badannya yang langsing dengan sepasang buah dada yang cukup besar, berkembang lebih cepat dari pada beberapa gadis kelas 1 SMP sepantarannya. 





Fani memanglah miliki argumen sendiri bersedia mengajari Emmi matematika di tempat tinggalnya mendekati ulangan umum ini. Meskipun jadi incaran banyak cowok di sekolahnya, tidak satu juga memperoleh sambutan dari Fani. Pasalnya gadis cantik memiliki rambut panjang yang barusan berkembang remaja serta mulai memiliki keinginan seksual ini nyatanya tidak tertarik pada lawan type, ia lebih suka pada berdekatan serta bersentuhan dengan sesama gadis. 





Waktu Emmi, adik kelas yang memanglah telah lama ia gemari ini memohon Fani yang memanglah populer paling pandai diantara murid-murid kelas 2 untuk mengajarinya matematika, Fani tidak menyia-nyiakan peluang Emas ini. “Udah nih! ” tukas Emmi mendadak, menyentakkan Fani dari lamunannya. 





Fani memandang Emmi yang mengacungkan buku di depannya sembari tersenyum, lesung pipitnya tercetak demikian dalam di pipinya yang putih mulus itu, buat berwajah jadi makin menggemaskan. Sembari menyambar buku itu, Fani buang jauh-jauh fikirannya yang melayang-layang ke mana-mana, “Sini gue check! ” tukasnya. 





Nyaris usai Fani mengecek pekerjaan “muridnya” ini saat mendadak ibunya keluar di ruangan tamu menerangkan kalau ia juga akan menyusul bapak Fani ke kantor sembari membawa adik Fani yang masih tetap kecil, lantas dari sana segera pergi ke Sukabumi karna ada saudara mereka yang sakit keras.


Fani diminta menjaga rumah baik-baik bersama Iroh, sang pembantu rumah tangga. Telah terdidik mandiri sejak kecil, Fani tak merasa berat dengan keadaan ini. Tak lama, ibu dan adiknya pergi naik taksi dan Fani pun menyelesaikan memeriksa latihan Emmi. “Lumayan, cuma satu yang salah.


Lu cepet ngerti juga ya, Em?” kata Fani. Emmi tersenyum malu-malu mendengar pujian ini, lalu pamit untuk pulang karena hari sudah menjelang malam. “Eh, jangan dulu dong! Emanng yang salah ini nggak mau dikoreksi dulu? Sekalian deh gue jelasin kesalahannya, biar lu ngerti,” kata Fani.


“Tapi entar gue pulang kemalemann, Fan,” jawab Emmi bingung. “Gini aja. Lu telepon aja nyokap lu. Bilang lu nginep di sini malem ini. Sekalian nemenin gue,” balas Fani. Walaupun nada bicaranya biasa saja, dalam hati Fani sangat berharap Emmi menyambut usulnya ini. “Kalo dikasih, ye?” jawab Emmi membuat Fani girang.


Emmi yang mengagumi kakak kelasnya yang cantik dan pintar ini sebenarnya memang senang diajak menginap. Maka ia pun menelepon ke rumahnya dan ternyata diizinkan untuk menginap. Dengan gembira, Fani merangkul leher Emmi, dan mengajaknya ke meja makan untuk makan malam. Lengannya jatuh dengan santai di dada Emmi selagi mereka berjalan. Cerita Seks Bergambar


Walau tampak santai, sebenarnya Fani sangat berdebar-debar merasakan buah dada lembut adik kelasnya ini bergesek-gesek dengan tangannya. Tapi apa lacur, jarak tak jauh membuat Fani terpaksa melepas rangkulannya. Selesai makan, mereka pun melanjutkan pelajaran dengan serius, hingga Fani pun melupakan sensasi gairah singkat yang sempat ia rasakan.


“Udeh dulu ye, Fan?” pinta Emmi setelah sekitar 1,5 jam belajar, “Otak gue udeh butek nih!” lanjutnya setengah memohon. “Iya deh. Gue juga udah capek,” jawab Fani, “Yuk ah!” katanya sambil berdiri membereskan buku-buku di meja makan.


Mereka beranjak ke kamar Fani dan Emmi langsung menghenyakkan tubuhnya di ranjang sementara Fani sendiri duduk di kursi meja belajarnya. Mereka mengobrol tak tentu arah beberapa saat ketika akhirnya arah obrolan entah kenapa mulai menyinggung ke arah yang sensitif. “Ooh, jadi lu udah mens?” kata Fani, lalu dilanjutkan, “Jadi udah doyan cowok dong?” “Tapi gue masih males cari pacar. Cowok-cowok pada kasar sih! Nggak demen gue!” balas Emmi.


Fani yang merasa mendapat angin langsung mengarahkan pembicaraan. “Lha, gue kirain toket lu gede karena sering dipegang-pegang ama pacar lu.” “Enggak lagi. Ini Emang dari sononya begini,” jawab Emmi sambil menatap buah dadanya, “Kayaknya sih Emang keturunan, keluarga gue yang cewek toketnya Emang gede-gede.”


Fani yang mulai berdebar-debar dengan arah pembicaraan ini merasa mendapat jalan dan terus menekan. Ia membuka kaosnya, menampilkan mini set menutupi buah dadanya yang kecil, walaupun tampak mulai tumbuh. “Kayaknya toket gue nggak gede-gede deh,” ujarnya sambil meloloskan mini set dari dadanya, menampilkan putingnya yang berwarna coklat muda, “Gue pengen segede punya lu, Em.” Emmi terhenyak melihat kakak kelasnya dengan santai bertelanjang dada di depannya.


Seumur hidup ia belum pernah melihat wanita telanjang, bahkan ibunya sendiri.Fani melanjutkan serangannya. “Coba deh lihat toket lu.” Emmi semakin terbelalak. “Ah, malu ah gue!” “Idih, ngapain malu lagi! Kan nggak ada cowok,” tukas Fani, “Ayo buka aja.” Agak bingung namun bangga dengan perhatian sang kakak kelas, Emmi pun akhirnya meloloskan kaos dari tubuhnya, menampilkan BH putih yang menyembunyikan buah dadanya.


Fani beranjak ke ranjang dan duduk di belakang Emmi, langsung meraih dan melepaskan kait BH Emmi. Wajah Emmi bersemu merah, apalagi saat Fani melepas BH-nya lalu menarik lengannya, membalikkan badannya hingga kini mereka duduk berhadapan di ranjang, sama-sama bertelanjang dada. Emmi tertunduk sementara Fani merasakan darahnya berdesir menyaksikan pemandangan indah sepasang buah dada berukuran 34 di hadapannya ini.


Fani menelan ludah berusaha mengendalikan pengalaman seksual pertamanya ini. Ia melihat wajah Emmi yang menghindari kontak mata dengannya. “Em, lu kok malu sih? Toket lu bagus lagi.” Emmi melirik Fani, “Segini sih kecil, Fan. Kakak gue pake BH nomor 36B.” “Ya dia kan udah kuliah,” tukas Fani, “Untuk usia lu, toket lu tuh udah gede.” Wajah Emmi semakin memerah dengan perasaan malu bercampur bangga akan pujian kakak kelasnya yang cantik ini.


Sementara di lain pihak, Fani sendiri sEmmikin berdebar-debar dan memberanikan diri melanjutkan eksperimen seksualnya. “Gue pegang, ya?” pinta Fani sambil menatap Emmi. Gadis manis berambut cepak ini ternyata masih belum berani menatap Fani dan tak memberi jawaban apa-apa.


Fani menganggap Emmi tak menolak dan segera meraih dada adik kelasnya ini. Emmi menggigit bibir. “Hi hi hi hi hi..” Emmi terkikik saat Fani mengelus-elus buah dadanya dengan jantung berdebar-debar, “Geli, Fan!” lanjut Emmi lagi. “Gue mau ngerasain juga dong!” tukas Fani sambil meraih tangan Emmi dan menuntunnya ke arah dadanya.


Emmi kembali menggigit bibir, namun tak memberikan perlawanan. Tangannya menyentuh puting Fani dan ia pun menggerakkan tangannya berputar-putar meraba buah dada Fani. Emmi terpesona saat ia melirik wajah kakak kelasnya ini dan tampak Fani memejamkan mata sambil menggigit bibir. Tampak sekali bahwa Fani sangat menikmati sentuhannya. “Enak ya, Fan?” tanya Emmi setengah bingung, Fani hanya menganggukkan kepala tanpa membuka mata, “Coba lu raba gue lagi dong,” pinta Emmi penasaran.


Kedua gadis itu pun saling meraba buah dada masing-masing beberapa saat. Tampak Fani sangat menikmati sensasi seksual pertamanya ini. Kulit telanjang mereka sama-sama tampak merinding. Fani melepaskan tangannya dari dada Emmi, lalu menghela napas panjang, menikmati dengan sepenuh hati rangsangan gairah pertamanya ini, sementara Emmi kembali terkikik geli.


Fani bangkit dan menarik lengan Emmi agar mengikutinya berdiri. “Lu mau tahu nggak rasanya kalo pacaran ama cowok?” tanya Fani yang membuat Emmi bingung tak mengerti. Fani melanjutkan, “Gue juga belom pernah. Kita cobain yuk?!” Emmi sEmmikin tak paham maksud Fani, namun diam saja saat Fani membungkukkan badannya dan langsung mengulum puting Emmi dengan lembut.


Emmi tersentak dan sontak mundur sambil mendorong kepala Fani, “Gila lu, Fan! Geli lagi! Lihat tuh gue sampe merinding!” tukas Emmi menunjukkan seluruh kulit tubuhnya yang mEmming berbintik-bintik merinding. Tetap dalam posisi membungkuk, Fani melirik sang adik kelas sambil berkata, “Namanya juga baru nyobain. Lu rasain aja dulu. Kata orang-orang enak.”


Fani merengkuh pinggang Emmi dan menariknya mendekat, sementara Emmi yang kebingungan dengan pengalaman pertama yang baginya sangat aneh ini tak kuasa melawan. Dengan jantung berdebar penuh perasaan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, Fani kembali menempelkan bibir mungilnya yang basah itu pada puting Emmi dan dengan lembut mEmmisukkan puting berwarna gelap itu ke dalam mulutnya.


Ia mengulum puting Emmi dengan lembut sementara Emmi menggigit bibir menahan rasa geli hebat yang kembali membuat seluruh tubuhnya merinding. Tak lama hingga Emmi merasakan rasa geli berubah menjadi perasaan berdesir yang tak ia pahami dan tak bisa ia jelaskan.


Setiap hisapan Fani memberikan sEmmicam perasaan tersetrum ringan yang nikmat dan lenguhan kecil terlepas dari bibirnya tanpa terkendali, “Uhh..” Terkesiap mendengar ini, Fani menghentikan hisapannya dan bangkit menatap Emmi, “Enak ya, Em?” tanyanya dengan polos dan tulus.


Emmi tak bisa menjawab, hanya menganggukkan kepalanya. “Terus terang, gue juga suka banget ngisepin pentil lu,” lanjut Fani lagi, “Gue nggak bisa jelasin perasaan gue, tapi pokoknya enak banget deh, terangsang banget.” Emmi kembali hanya mengangguk tanpa bisa bicara.


Kini Fani menarik lengan Emmi dan mendudukkannya di pinggir ranjang, sementara ia sendiri berlutut di lantai, “Gue terusin ya?” katanya lembut. Tanpa menunggu jawaban dari Emmi, Fani langsung kembali mendaratkan bibirnya di puting adik kelasnya yang kebingungan itu dan kembali mengulumnya, kali ini dengan gairah yang sEmmikin bergelora dalam dadanya sendiri. Dengan refleks, Fani mulai mEmmiinkan lidahnya pada puting Emmi, membuat Emmi terpekik tertahan sambil mendadak kedua tangannya mencengkeram kepala Fani. Namun kali ini Emmi tak mendorong Fani. Sebaliknya ia malah seperti menarik kepala Fani agar menghisap dan menjilati putingnya sEmmikin keras.


Fani sendiri sangat menikmati gairah yang sEmmikin meledak-ledak dalam dirinya, ditambah reaksi Emmi yang membuatnya sEmmikin terangsang, hingga lidah dan bibirnya sEmmikin liar menjilati dan menghisapi puting Emmi. “Ohh..” Emmi mendesah tanpa ia sadari. Fani pun melepas mulutnya dari buah dada Emmi, membuat kekecewaan dan rasa terkejut terbersit di wajah Emmi.


“Gantian dong, Em,” kata Fani, “Kayaknya lu nikmatin banget. Gue kan juga mau ngerasain,” lanjutnya dengan perasaan penuh pengharapan dan antisipasi. Emmi tentunya mEmmihami ini walaupun merasa sangat aneh harus menghisap buah dada sesama wanita, namun setelah ia merasakan kenikmatan dan rangsangan gairah yang baru kali ini ia rasakan, ia tahu Fani pasti akan merasakan kenikmatan yang sama.


Maka kini Fani duduk di pinggir ranjang dan Emmi, masih tetap duduk di pinggir ranjang, membungkukkan badan dan mulai mengulum dan menghisap puting Fani. “Ngghh..” lenguhan Fani langsung meledak begitu bibir basah Emmi menghisap putingnya yang kecil dan segar itu.


Mata Fani terpejam rapat sementara darahnya menggelegak oleh rangsangan dan kenikmatan hebat yang baru kali ini ia rasakan. Tahu kakak kelasnya menikmati ini, Emmi sEmmikin rileks dan melanjutkan hisapan dan jilatannya pada puting Fani, bahkan sEmmikin lama sEmmikin liar dan ganas, membuat Fani terpaksa mencengkeram kepala Emmi dan merintih-rintih menahan gairah, “Aaahh.. ahh.. Emm.. Enak Emm..” Emmi sendiri tak menyangka akan menikmati pengalaman ini, memeluk tubuh Fani dan sEmmikin menjadi-jadi menghisapi puting Fani. “Ohh.. ohh.. ohh.. stop.. stop.. stop dulu Em.. ohh.. Emm..” desah Fani.


Bingung dan takut tindakannya salah hingga Fani tak lagi menikmati ini, Emmi berhenti menjilati puting Fani dan menatap kakak kelasnya yang terengah-engah dengan wajah merah padam penuh birahi ini, “Kenapa, Fan? Nggak enak, ya?” tanya Emmi bingung. “Gila lu! Nikmat banget lagi,” balas Fani, “Cuma gue berasa aneh nih, Em. Kayaknya celana dalem gue makin basah deh.” Emmi terbeliak sEmmikin bingung mendengar itu. “Mungkin saking nikmatnya gue kencing dikit di celana kali,” lanjut Fani sama-sama tak mengerti.


Fani langsung bangkit berdiri dan melepas celana pendeknya, lalu meraba celana dalamnya, “Tuh kan! Bener basah!” tukasnya lalu ia mencium tangannya yang baru ia pakai meraba selangkangannya itu, “Tapi bukan kencing nih, Em. Nggak pesing tuh!” ujar Fani yang dilanjutkannya dengan meloloskan celana dalamnya hingga kini ia benar-benar telanjang bulat berdiri di depan Emmi.


Fani memeriksa celana dalamnya dan mendapatkan sedikit lendir bening melekat di celana dalamnya. “Ih, bener, bukan kencing, Em. Lendir nih!” tukas Fani sambil menengok ke arah Emmi dan terkejut melihat Emmi tampak duduk dengan gelisah sambil menggerak-gerakkan pahanya dengan mata tampak menerawang. “Naah, lu juga basah ya, Em?” sentak Fani mengejutkan Emmi!


Serta merta Fani menarik lengan Emmi hingga adik kelasnya ini berdiri di depannya, lalu dengan cepat Fani melorotkan celana pendek sekaligus celana dalam Emmi yang masih terlalu kebingungan hingga tak melakukan perlawanan. Fani menarik celana Emmi lepas dari pergelangan kakinya lalu kembali berdiri dan menunjukkan lendir bening yang juga terdapat di bagian dalam celana dalam adik kelasnya yang cantik itu. “Tuh lihat, lu juga keluar lendirnya, Em.” Emmi hanya bengong sementara Fani sEmmikin bergairah pada permainan seksual mereka yang ternyata berkembang jauh melebihi perkiraannya.


Dengan tinggi kurang lebih 160-an cm dan berat sekitar 45 kg, Fani dan Emmi benar-benar tampak seperti sepasang gadis cilik, sama-sama telanjang bulat, berdiri berhadapan, menjelajahi pengalaman seksual pertama mereka yang membingungkan, namun menggairahkan sekaligus memberi kenikmatan hebat.


Fani melempar kedua celana dalam ke lantai sambil mengulurkan tangannya ke selangkangan Emmi. “Ngghh..” Emmi melenguh panjang selagi setruman gairah hebat meledak dalam dirinya saat jari Fani menyentuh bibir vaginanya yang basah itu. Lututnya sontak terasa lEmmis dan kepalanya terasa ringan melayang. Cerita Sex


Melihat tEmminnya limbung, Fani langsung merangkulnya dan menuntunnya kembali duduk di ranjang. Fani sendiri duduk di samping Emmi, merangkul pundak Emmi dengan sebelah tangan lalu tangan satunya kembali melanjutkan meraba vagina Emmi.


Diiringi desah gairah Emmi yang begitu merangsang di telinga sang kakak kelas, Fani menggosok-gosokkan jarinya dengan lembut di sepanjang bibir vagina Emmi yang sEmmikin lama tampak sEmmikin merekah, menampilkan daging merah muda segar dan basah sang perawan cilik. “Hhh.. Fan.. ohh.. ngghh.. mmhh..”Fani sEmmikin terangsang dan sEmmikin berani.


Ujung jari tengahnya ia masukkan ke dalam vagina Emmi dan ia gerakkan menggesek daging segar vagina Emmi yang sEmmikin lama sEmmikin banyak mengeluarkan lendir bening itu dari bawah ke atas, hingga menyentuh klitoris Emmi yang mulai mencuat. “Ngk! Ahh..” Emmi terpekik menggairahkan saat jari Fani mencapai klitorisnya.


Fani terkejut namun sEmmikin terangsang melihat reaksi nikmat sang adik kelas. Wajah menggEmmiskan Emmi tampak sEmmikin menggairahkan dengan mata terpejam menikmati sentuhan lembut Fani. Mempertahankan kelembutan tekanannya, jari Fani sEmmikin cepat menggesek vagina dan klitoris Emmi, membuat Emmi mendesah dan merintih tak terkendali.


“Hhh.. hh.. ngh.. nghh.. mm.. mm.. ohh..” Sementara vagina Fani sendiri sEmmikin basah oleh lendir gairah, Fani sEmmikin terangsang melihat kenikmatan yang jelas-jelas ditunjukkan Emmi di wajahnya, ia pun sEmmikin bergelora dan membungkukkan badannya dan kembali menjilati dan menghisap puting Emmi dengan liar dan bernafsu.


“Ohh.. ohh.. ohh.. Fann.. gillaa.. ohh.. ennak Fan.. mmhh..” “Sllrrp.. sllrrpp.. klcp.. klcp.. sllrrpp.. klcp.. mm.. klcp.. klcp..” “Mmm.. mm.. mm.. nghh.. nghh.. Faann.. Faann.. Fann.. oh.. oh.. oh.. oh..” Desahan dan rintihan Emmi yang dipenuhi kenikmatan sEmmikin terdengar liar dan tak terkendali, sementara Fani yang sEmmikin terangsang menggesekkan jarinya sEmmikin liar di vagina perawan Emmi dan lidah dan bibirnya melahap puting Emmi dengan sEmmikin bernafsu.


Emmi sendiri merasa gelombang kenikmatan memuncak dalam dirinya dan suatu perasaan seperti kesemutan merebak perlahan-lahan ke seluruh tubuhnya. Dengan nafas tersengal-sengal, Emmi mencengkeram erat kepala Fani dan menekannya keras ke buah dadanya, lalu dalam suatu ledakan kenikmatan yang terasa bagaikan tak berujung, Emmi memekik tertahan saat perasaan kesemutan dalam tubuhnya meledak menjadi setruman kenikmatan puncak yang membuat cairan kental tumpah deras dari dalam vaginanya, membasahi jari Fani yang masih liar menggesek-gesek vaginanya.


“Aaakk!” pekik Emmi sambil dengan refleks menjepit tangan Fani dengan kedua pahanya, sementara tangannya mencengkeram kepala Fani sEmmikin keras dan kepalanya terdongak ke belakang dengan bola mata terputar ke belakang penuh kenikmatan.


Fani yang berusaha menarik tangannya membuat jarinya kembali menggesek vagina Emmi dari bawah ke atas dengan gerakan sangat pelan, membuat Emmi kembali menikmati ledakan-ledakan kenikmatan yang terasa tak kunjung habis, mEmmiksanya menggigit bibirnya.


Akhirnya tangan Fani lepas dari jepitan paha Emmi disertai lenguhan panjang Emmi yang mengakhiri kenikmatan puncak orgasme pertamanya, “Ohh..” Fani menatap penuh rasa terpesona dan bergairah saat Emmi ambruk terlentang di kasur dengan mata terpejam dan nafas terengah-engah. Ia menyusul berbaring di samping Emmi dan memeluk tubuh sang adik kelas, langsung dibalas pelukan erat Emmi yang sangat menikmati pengalaman seksual indah ini. Keduanya berpelukan erat, saling menikmati kenyamanan kehangatan tubuh yang lain.


Setelah beberapa saat, akhirnya mereka saling melepas pelukan dan Emmi tersenyum menatap mata Fani. Rasa cinta dan kasih sayang mendalam tersorot jelas dari mata Emmi. Fani mEmmihami perasaan ini dan mengecup bibir Emmi dengan lembut. Mereka lalu terkikik geli bersama-sama, lalu kembali saling berpelukan erat dan Emmi berbisik di telinga Fani, “Fan, gue nggak ngerti perasaan gue saat ini.


Tapi rasanya gue nggak mau pisah dari elu. Gue rasanya sayaang banget ama elu.” Fani tersenyum dan membalas bisikan sang adik kelas, “Gue juga sayang banget ama elu, Em. Lu jadi pacar gue aja, ya?” Walaupun tak pernah terpikir akan berpacaran dengan sesama wanita, namun Emmi tak bisa memungkiri perasaannya saat ini, “Iya, Fan. Gue mau jadi pacar elu. Gue cinta ama elu.”


Mereka melanjutkan berpelukan erat dan hangat selama beberapa saat, lalu Emmi melepas pelukannya dan berkata pada Fani. “Gila, Fan. Lu bikin gue nikmat banget. Sekarang gantian ya, gue yang raba elu?” “Iya dong, gue juga mau ngerasain kayak elu. Tapi jari lu jangan dimasukin ya? Kayak gue aja tadi, digesek-gesek aja. Gue takut keperawanan gue sobek,” balas Fani. Emmi hanya mengangguk dan tetap dalam posisi rebahan, ia membuka paha Fani hingga mengangkang lebar, membuka vagina mudanya yang segar merekah, lalu mulai meraba-rabanya dengan jari tengahnya.


Tak memakan waktu lama bagi vagina Fani untuk kembali basah penuh lendir gairah, apalagi saat Emmi mendaratkan bibir dan lidahnya, mempermainkan puting Fani yang mungil itu. Desahan dan rintihan Fani pun akhirnya meledak menjadi pekikan penuh kenikmatan saat orgasme yang liar dan lama, seperti yang dinikmati Emmi, bergejolak dalam tubuh mungil Fani.


Dalam keadaan sama-sama telanjang bulat, Fani dan Emmi berpelukan mesra dan penuh kasih sayang, hingga akhirnya mereka tertidur pulas hingga pagi. END

Seseorang Janda Gersang Ngajak Ngentot di Warung Karna Handuknya LepasTante Ita

Tante Ita, Seseorang Janda Gersang Ngajak Ngentot di Warung Karna Handuknya LepasTante Ita, Seseorang Janda Gersang Ngajak Ngentot di Warung 





Namaku Otong (bukanlah nama sesungguhnya), aku bekerja di satu perusahaan cukup populer di Jawa Barat, di satu kota yang sejuk, serta saya tinggal (kost) di daerah perkampungan yang dekat dengan kantor. Di daerah itu populer dengan gadis-gadisnya yang cantik & manis. Aku serta rekan-rekan kost tiap-tiap pulang kantor senantiasa meluangkan diri untuk menggoda cewek-cewek yang seringkali lewat dimuka kost. 





Di samping kostku ada satu warung kecil tapi komplit, komplit dalam pengertian untuk keperluan keseharian, mulai dari sabun, sandal, gula, lombok, roti, permen, dll itu ada semuanya. Aku telah berlangganan dengan warung samping. Terkadang bila tengah tidak membawa uang atau waktu berbelanja uangnya kurang aku telah tidak sungkan-sungkan untuk hutang. 





Warung itu punya Ibu Ita (tapi aku menyebutnya Tante Ita), seseorang janda cerai beranak satu yang th. ini baru masuk TK 0 kecil. Warung Tante Ita buka pagi-pagi sekitaran jam lima, selalu tutupnya juga sekitaran jam sembilan malam. Warung itu dinantiin oleh Tante Ita sendiri serta keponakannya yang SMA, Krisna namanya. 





Seperti umumnya, sepulang kantor aku mandi, gunakan sarung selalu telah stand by dimuka TV, sembari bercakap dengan rekan-rekan kost. Aku bawa satu gelas kopi hangat, plus singkong goreng, tapi rasa-rasanya ada yang kurang.., apa ya..?, 





Oh ya rokok, tapi sesudah aku saksikan jam dinding telah tunjukkan jam 9 kurang 10 menit (malam), aku jadi sangsi, apa warung Tante Ita masih tetap buka ya..?, Ah.., aku cobalah saja kali-kali saja masih tetap buka. Oh, nyatanya warung Tante Ita belum juga tutup, tapi kok sepi.., “Mana yang jualan”, batinku. 





“Tante.., Tante.., Dik Krisna.., Dik Krisna”, lho kok kosong, warung ditinggal sepi begini, barangkali lupa nutup warung. 


Ah kucoba panggil sekali lagi, “Permisi.., Tante Ita?”.


“Oh ya.., tungguu”, Ada suara dari dalam. Wah jadi deh beli rokok akhirnya.


Yang keluar ternyata Tante Ita, hanya menggunakan handuk yang dililitkan di dada, jalan tergesa-gesa ke warung sambil mengucek-ngucek rambutnya yang kelihatannya baru selesai mandi juga habis keramas.


“Oh.., maaf Tante, Saya mau mengganggu nich.., Saya mo beli rokok gudang garam inter, lho Dik Krisna mana?


“O.., Krisna sedang dibawa ama kakeknya.., katanya kangen ama cucu.., maaf ya Mas Otong Tante pake’ pakaian kayak gini.. baru habis mandi sich”.


“Tidak apa-apa kok Tante, sekilas mataku melihat badan yang lain yang tidak terbungkus handuk.., putih mulus, seperti masih gadis-gadis, baru kali ini aku lihat sebagian besar tubuh Tante Ita, soalnya biasanya Tante Ita selalu pakai baju kebaya. Dan lagi aku baru sadar dengan hanya handuk yang dililitkan di atas dadanya berarti Tante Ita tidak memakai BH. Pikiran kotorku mulai kumat.


Malam gini kok belum tutup Tante..?


“Iya Mas Otong, ini juga Tante mau tutup, tapi mo pake’ pakaian dulu?


“Oh biar Saya bantu ya Tante, sementara Tante berpakaian”, kataku. Masuklah aku ke dalam warung, lalu menutup warung dengan rangkaian papan-papan.


“Wah ngerepoti Mas Otong kata Tante Ita.., sini biar Tante ikut bantu juga”. Warung sudah tertutup, kini aku pulang lewat belakang saja.


“Trimakasih lho Mas Otong..?”.


“Sama-sama..”kataku.


“Tante saya lewat belakang saja”.


Saat aku dan Tante Ita berpapasan di jalan antara rak-rak dagangan, badanku menubruk tante, tanpa diduga handuk penutup yang ujung handuk dilepit di dadanya terlepas, dan Tante Ita terlihat hanya mengenakan celana dalam merah muda saja. Tante Ita menjerit sambil secara reflek memelukku.


“Mas Otong.., tolong ambil handuk yang jatuh terus lilitkan di badan Tante”, kata tante dengan muka merah padam. Aku jongkok mengambil handuk tante yang jatuh, saat tanganku mengambil handuk, kini di depanku persis ada pemandangan yang sangat indah, celana dalam merah muda, dengan background hitam rambut-rambut halus di sekitar vaginanya yang tercium harum. Kemudian aku cepat-cepat berdiri sambil membalut tubuh tante dengan handuk yang jatuh tadi. Tapi ketika aku mau melilitkan handuk tanpa kusadari burungku yang sudah bangun sejak tadi menyentuh tante.


“Mas Otong.., burungnya bangun ya..?”.


“Iya Tante.., ah jadi malu Saya.., habis Saya lihat Tante seperti ini mana harum lagi, jadi nafsu Saya Tante..”.


“Ah tidak apa-apa kok Mas Otong itu wajar..”.


“Eh ngomong-ngomong Mas Otong kapan mo nikah..?”.


“Ah belum terpikir Tante..”.


“Yah.., kalau mo’ nikah harus siap lahir batin lho.., jangan kaya’ mantan suami Tante.., tidak bertanggung jawab kepada keluarga.., nah akibatnya sekarang Tante harus bersetatus janda. Gini tidak enaknya jadi janda, malu.., tapi ada yang lebih menyiksa Mas Otong.. kebutuhan batin..”.


“Oh ya Tante.., terus gimana caranya Tante memenuhi kebutuhan itu..”, tanyaku usil.


“Yah.., Tante tahan-tahan saja..”.


Kasihan.., batinku.., andaikan.., andaikan.., aku diijinkan biar memenuhi kebutuhan batin Tante Ita.., ough.., pikiranku tambah usil.


Waktu itu bentuk sarungku sudah berubah, agak kembung, rupanya tante juga memperhatikan.


“Mas Otong burungnya masih bangun ya..?”.


Aku cuma megangguk saja, terus sangat di luar dugaanku, tiba-tiba Tante Ita meraba burungku.


“Wow besar juga burungmu, Mas Otong.., burungnya sudah pernah ketemu sarangnya belom..?”.


“Belum..!!”, jawabku bohong sambil terus diraba turun naik, aku mulai merasakan kenikmatan yang sudah lama tidak pernah kurasakan.


“Mas.., boleh dong Tante ngeliatin burungmu bentarr saja..?”, belum sempat aku menjawab, Tante Ita sudah menarik sarungku, praktis tinggal celana dalamku yang tertinggal plus kaos oblong.


“Oh.., sampe’ keluar gini Mas..?”.


“Iya emang kalau burungku lagi bangun panjangnya suka melewati celana dalam, Aku sendiri tidak tahu persis berapa panjang burungku..?”, kataku sambil terus menikmati kocokan tangan Tante Ita.


“Wah.., Tante yakin, yang nanti jadi istri Mas Otong pasti bakal seneng dapet suami kaya Mas Otong..”, kata tante sambil terus mengocok burungku. Oughh.., nikmat sekali dikocok tante dengan tangannya yang halus kecil putih itu. Aku tanpa sadar terus mendesah nikmat, tanpa aku tahu, Tante Ita sudah melepaskan lagi handuk yang kulilitkan tadi, itu aku tahu karena burungku ternyata sudah digosok-gosokan diantara buah dadanya yang tidak terlalu besar itu.


“Ough.., Tante.., nikmat Tante.., ough..”, desahku sambil bersandar memegangi dinding rak dagangan, kali ini tante memasukkan burungku ke bibirnya yang kecil, dengan buasnya dia keluar-masukkan burungku di mulutnya sambil sekali-kali menyedot.., ough.., seperti terbang rasanya. Kadang-kadang juga dia sedot habis buah salak yang dua itu.., ough.., sesshh.


Aku kaget, tiba-tiba tante menghentikan kegiatannya, dia pegangi burungku sambil berjalan ke meja dagangan yang agak ke sudut, Tante Ita naik sambil nungging di atas meja membelakangiku, sebongkah pantat terpampang jelas di depanku kini.


“Mas Otong.., berbuatlah sesukamu.., cepet Mas.., cepet..!”.


Tanpa basa-basi lagi aku tarik celana dalamnya selutut.., woow.., pemandangan begini indah, vagina dengan bulu halus yang tidak terlalu banyak. Aku jadi tidak percaya kalau Tante Ita sudah punya anak, aku langsung saja mejilat vaginanya, harum, dan ada lendir asin yang begitu banyak keluar dari vaginanya. Aku lahap rakus vagina tante, aku mainkan lidahku di clitorisnya, sesekali aku masukkan lidahku ke lubang vaginanya.


“Ough Mas.., ough..”, desah tante sambil memegangi susunya sendiri.


“Terus Mas.., Maas..”, aku semakin keranjingan, terlebih lagi waktu aku masukkan lidahku ke dalam vaginanya, ada rasa hangat dan denyut-denyut kecil semakin membuatku gila.


Kemudian Tante Ita membalikkan badannya telentang di atas meja dengan kedua paha ditekuk ke atas.


“Ayo Mas Otong.., Tante sudah tidak tahan.., mana burungmu Mas.. burungmu sudah pengin ke sarangnya.., wowww.., Mas Otong.., burung Mas Otong kalau bangun dongak ke atas ya..?”. Aku hampir tidak dengar komentar Tante Ita soal burungku, aku melihat pemandangan demikian menantang, vagina dengan sedikit rambut lembut, dibasahi cairan harum asin demikian terlihat mengkilat, aku langsung tancapkan burungku dibibir vaginanya.


“Aughh..”, teriak tante.


“Kenapa Tante..?”, tanyaku kaget.


“Udahlah Mas.., teruskan.., teruskan..”, aku masukkan kepala burungku di vaginanya, sempit sekali.


“Tante.., sempit sekali Tante.?”.


“Tidak apa-apa Mas.., terus saja.., soalnya sudah lama sich Tante tidak ginian.., ntar juga nikmat..”.


Yah.., aku paksakan sedikit demi sedikit.., baru setengah dari burungku amblas.., Tante Ita sudah seperti cacing kepanasan gelepar ke sana ke mari.


“Augh.., Mas.., ouh.., Mas.., nikmat Mas.., terus Mas.., oughh..”.


Begitu juga aku.., walaupun burungku masuk ke vaginanya cuma setengah, tapi sedotannya oughh luar biasa.., nikmat sekali. Semakin lama gerakanku semakin cepat. Kali ini burungku sudah amblas dimakan vagina Tante Ita. Keringat mulai membasahi badanku dan badan Tante Ita. Tiba-tiba tante terduduk sambil memelukku, mencakarku.


“Oughh Mas.., ough.., luar biasa.., oughh.., Mas Otong..”, katanya sambil merem-melek.


“Kayaknya ini yang namanya orgasme.., ough..”, burungku tetap di vagina Tante Ita.


“Mas Otong sudah mau keluar ya..?”. Aku menggeleng. Kemudian Tante Ita telentang kembali, aku seperti kesetanan menggerakkan badaku maju mundur, aku melirik susunya yang bergelantungan karena gerakanku, aku menunduk dan kucium putingnya yang coklat kemerahan. Tante Ita semakin mendesah, “Ough.., Mas..”, tiba-tiba Tante Ita memelukku sedikit agak mencakar punggungku.


“Oughh Mas.., aku keluar lagi..”, kemudian dari kewanitaannya aku rasakan semakin licin dan semakin besar, tapi denyutannya semakin terasa, aku dibuat terbang rasanya. Ach rasanya aku sudah mau keluar, sambil terus goyang kutanya Tante Ita.


“Tante.., Aku keluarin dimana Tante..?, di dalam boleh nggak..?”.


“Terrsseerraah..”, desah Tante Ita. Ough.., aku percepat gerakanku, burungku berdenyut keras, ada sesuatu yang akan dimuntahkan oleh burungku. Akhirnya semua terasa enteng, badanku serasa terbang, ada kenikmatan yang sangat luar biasa. Akhirnya spermaku aku muntahkan dalam vagina Tante Ita, masih aku gerakkan badanku rupanya kali ini Tante Ita orgasme kembali, dia gigit dadaku.


“Mas Otong.., Mas Otong.., hebat Kamu Mas”.


Aku kembali kenakan celana dalam serta sarungku. Tante Ita masih tetap telanjang telentang di atas meja.


“Mas Otong.., kalau mau beli rokok lagi yah.., jam-jam begini saja ya.., nah kalau sudah tutup digedor saja.., tidak apa-apa.., malah kalau tidak digedor Tante jadi marah..”, kata tante menggodaku sambil memainkan puting dan clitorisnya yang masih nampak bengkak.


“Tante ingin Mas Otong sering bantuin Tante tutup warung”, kata tante sambil tersenyum genit. Lalu aku pulang.., baru terasa lemas sakali badanku, tapi itu tidak berarti sama sekali dibandingkan kenikmatan yang baru kudapat. Keesokan harinya ketika aku hendak berangkat ke kantor, saat di depan warung Tante Ita, aku di panggil tante.


“Rokoknya sudah habis ya.., ntar malem beli lagi ya..?”, katanya penuh pengharapan, padahal pembeli sedang banyak-banyaknya, tapi mereka tidak tahu apa maksud perkataan Tante Ita tadi, akupun pergi ke kantor dengan sejuta ingatan kejadian kemarin malam. END